Selasa, 11 Desember 2012

Membangun kampung Qur’an di Dusun Air Rotan


Tiba di kampung OeUe (air rotan) lewat waktu Ashar, 9 Juni 2012, AULIA dan Tim DaquTV (Daarul Quran Televisi) disambut tarian perang Maekat. Sejumlah anak lelaki, perempuan, dan orangtua mengenakan busana adat kain tenun warna-warni, membentuk formasi segi empat. Yang laki-laki memegang parang panjang. Semuanya menari dengan rancak dan gemulai.

“Waduh, gawat nih, kita diajak perang.” Desis Fajar Nangtjik, juru kamera DaquTV. “Kita tangan kosong lagi,” celetuk Edi Suhaedi, asisten Fajar. “Tenang, ini Cuma upacara adat untuk memuliakan tamu,” kata Mujito, pemandu kami. “Ini sudah mendingan, yang perempuan kita minta mengenakan kerudung,” imbuh Kang Ji, sapaan akrabnya.

Usai tarian yang diiringi gamelan, kepala dusun disertai perangkat kampung lainnya, melafalkan beberapa bait pantun dalam bahasa setempat. Nobisa Zulkarnaen (38), putra Kepala Dusun Arifin Nobisa menjelaskan, syair tersebut isinya ucapan selamat datang kepada tetamu yang datang jauh-jauh dari Jakarta ke Dusun OeUe, Desa Mauleum, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timu Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Setelah itu, kami diminta berdiri lalu kami dikalungi selendang hasil tenunan kaum perempuan setempat. Kain songket OeUe itu didominasi warna kuning dan merah.

Dusun OeUe terpencil di perbukitan yang agak gersang dan dingin. Kampung ini dapat dijangkau dengan perjalanan berkendara mobil double gardan selama enam jam dari Kota Kupang. Akan tetapi, kalau hujan sepertiga akhir rute harus ditempuh dengan jalan kaki. Maklum, harus melintasi sungai dan jalan tanah berbatuan berkelok naik turun.
Desa Mauleum dihuni 220 keluarga Muslim yang merupakan minoritas di NTT. Mereka hampir semuanya dhuafa. Menurut  Arifin Nobisa, Islam masuk Oeue sebelum tahun 1967. Dimulai dengan bersyahadatnya Raja Soe Gabriel Isu di Kupang, yang kemudian berganti nama menjadi Gung Isu.

Arifin nobisa seorang mantan pengikut Raja soe tersisa kemudia  turut masuk Islam, ia menjadi Muslim pertama di Dusun OeUe. Namun, setelah itu jamaah muallaf Mauleum tidak terbina. Sampai akhirnya Dewan Da’wah islamiyah Indonesia mengirimkan  da’i kesana pada tahun1990-an.

Ummat Muslim Oeue semakin berkembang dengan pulangnya kader-kader da’i asal kampung ini, seperti Ustadz Syarifudin Ridwan Nobisa dan Zulkarnain Arifin Nobisa. Keduanya alumnus Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung dan Pondok Pesantren Gunungjati, Cirebon.

Pada 2012, Dewan Da’wah mengundang Program Pembibitan Penghafal al-Quran (PPPA) Daarul Quran untuk membuat program di Oeue. Setelah Tim PPPA menyurvei lokasi dipandu Ustadz M.Ramli Daeng dari Dewan Da’wah NTT, dimulailah Program Kampung Qur’an OeUe.

Program kampung Qur’an adalah program pembangunan komunitas religius berbasis penghafal Al-Quran di pedalaman dan desa-desa terpencil.” Terang Suanaryo Adhiatmoko, Wakil Direktur PPPA. Sebelum di Oeue, kampung Quran sudah dibangun di Glagah Harjo lereng selatan Gunung Merapi, Sleman, Yogyakarta.

Kampung Quran dimulai dengan gotong royong membangun 50 unit rumah sederhana sehat berukuran 4x6 meter persegi. “Hunian ini sebagai pengganti rumah adat Ume Kbubu,” jelas Kang Ji, koordinator lapangan pembangunan Kampung Quran.

Ume Kbubu berbentuk rumah bulat beratap halang rendah tanpa jendela. Ia menjadi tempat tinggal sekeluarga sekaligus lumbung penyimpan stok pangan, seperti jagung dan ketela. “Malah sebelum mereka Muslim di dalamnya juga jadi kandang babi dan anjing,” ungkap Zulkarnain Nobisa.

Sunaryo dan Ustadz Ramli prihatin, masalah di OeUe bukan hanya soal hunian. Kampung ini juga sulit air dan selalu dilanda paceklik pangan tiap musim kemarau. Melalui musyawarah warga desa, dicapai kesepakatan untuk memulai ikhtiar menata hidup yang lebih sehat dan islami. Sebanyak 50 keluarga dhuafa yang disepakati mendapat prioritas untuk menerima bantuan rumah sederhana. Sedangkan Ume Kbubu akan difungsikan sebagai dapur dan lumbung saja.

Di dalam rumah Quran akan diterapkan tradisi mengaji untuk anak-anak mereka dan pendampingan cara beribadah bagi para orangtuanya. Masjid An-Nuur, satu-satunya masjid di Mauleum menjadi sentral pendidikan membaca dan menghafal Al-Quran. Sebagai kelanjutannya, kader-kader belia akan dikirim ke Rumah Tahfidz di Kupang yang dikelola ustadz Muhammad Ramli.

Ketika AULIA dan DaquTV menjenguk OeUe, 50 fondasi rumah sudah selesai dikerjakan. Sedangkan rumah yang sudah berdiri baru dua unit. “Pembangunan memang agak lama, karena memakai sistem gotong royong dengan kemampuan menukang warga yang apa adanya.” Jelas Kang Ji.

Namun, lelaki asal Jawa Timur itu bersyukur, lewat progam ini bisa mengader lelaki setempat jadi tukang dan kernet (asisten tukang). Sekarang, setidaknya sudah lima petani OeUe yang berprofesi tukang bangunan. Mereka pun tak lagi cemas menghadapi musim paceklik karena sudah punya keahlian untuk dijual. Sedangkan kaum bapak dan pemuda lainnya rata-rata siap jadi kenek. “mereka kini sudah paham konsep ‘sembilan tiang’ untuk mendirikan sebuah bangunan sederhana,” ujar Zulkarnain sambil tertawa.

Sumber  : majalah AULIA