Keluar dari tekanan harga
International Energy Agency yang berkedudukan di Oslo, Norwegia, melayangkan peringatan tentang kemungkinan dampak negatif dari kenaikan harga minyak dunia yang bertahan tinggi di atas 100 dollar AS.
Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) Nobuo Tanaka yakin, jika harga minyak terus-menerus di atas 100 dollar AS per barrel, akan membahayakan proses pemulihan ekonomi di seluruh dunia. "Akan timbul banyak masalah jika harga minyak dibiarkan tetap tinggi." tutur Tanaka.
Peringatan itu menyadarkan kita akan beban berat yang menimpa masyarakat paling bawah. Kenaikan harga minyak biasanya diikuti oleh kenaikan harga komoditas lain karena tidak ada komoditas yang bisa diangkut dan didistribusikan antara satu pasar ke pasar yang lain tanpa bahan bakar. Akibatnya harga pangan melonjak.
Namun, dalam situasi berat apa pun, Indonesia tetap akan tumbuh perekonomiannya karena konsumsi masyarakat berkontribusi paling tinggi pada pertumbuhan. Bank dunia menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2010 yang mendekati 7 persen sebagai luar biasa.
Hasil survei triwulan Bank Dunia atas ekonomi Indonesia pada edisi terbaru disoroti bahwa investasi asing dan domestik, serta konsumsi sebagai penggerak ekonomi, seluruhnya menunjukkan tren yang meningkat. Kontribusi investasi lebih tinggi dari sebelum krisis finansial pada 2007.
Namun, jangan lupa, dalam kondisi perekonomian yang tumbuh pun, jumlah orang misikin bisa bertambah. Mereka adalah dari warga yang terkena akibat kenaikan harga komoditas yang paling umum digunakan oleh warga miskin, mulai dari bahan bakar minyak (BBM) hingga bahan makanan.
Kenaikan harga barang, baik dari dalam maupun luar negeri, yang terjadi belakangan ini membawa tantangan yang serupa dengan tahun 2008. "Tren dalam investasi, kinerja sektor manufaktur dan jasa, ditambah dengan permintaan komoditas yang kuat dari China dan India, telah mendorong pandangan pertumbuhan yang positif untuk tahun 2011." tutur Shubham Chaudhuri, ekonom utama untuk Bank Dunia di Indonesia.
"Sebaliknya, guncangan harga bahan pangan, yang baru saja ditunjukkan oleh peningkatan harga beras di Indonesia, dapat meningkatkan kemiskinan, bahkan semasa ekonomi tumbuh."
Sementara saat ini, harga beragam komoditas dunia terus meningkat, di antaranya malah sebanding atau lebih tinggi dari kenaikan tertinggi yang tercatat pada 2008. Sebagai contoh, per Februari 2011, harga energi naik 28 persen setiap tahunnya, sedangkan harga komoditas pertanian meningkat 17 persen dari harga tertinggi 2008.
Data Bank Dunia menunjukkan, dalam tujuh tahun terakhir ini ada sekitar tujuh juta jiwa penduduk Indonesia yang naik kelas ke kelompok menengah bawah. Mereka merupakan kelompok orang yang mampu meraup penghasilan di atas dua dollar AS sehari hingga 20 dollar AS per hari.
Kondisi ini merupakan sinyal bagi pemerinyah bahwa sebenarnya ada tambahan kemampuan ekonomi pada kelompok masyarkat menengah bawah tersebut. Jika dikaitkan dengan beban anggaran subsidi BBM dan listrik yang saat ini dihadapi pemerintah, kenaikan kelas 7 juta jiwa itu dapat menjadi faktor pendukung untuk menerapkan pengaturan energi bersubsidi tanpa ragu. Namun, berapa pun hasil penghematan anggaran yang diperoleh dari pengaturan BBM itu sebaiknya dimanfaatkan untuk memperbaiki angkutan umum secara serius. Transportasi umum yang nyaman, aman, dan terjangkau merupakan jalan keluar bagi masyarakat miskin dalam menekan ongkos mobilitas mereka sehari-hari.
Data Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan penerimaan negara masih lebih besar ketimbang anggaran belanja energi meskipun produksi minyak mentah siap jual (lifting) turun dari target awal 970.000 barrel per hari menjadi 945.000 barrel per hari. Bahkan, dengan nilai tukar yang melemah hingga ke level Rp. 9.250 dan harga jual minyak Indonesia di posisi rendah, misalnya 80 dollar AS per barrel, penerimaan negara masih positif.
Jadi, masalah kita bukanlah pada anggaran pemerintah, tetapi pada tataran riil di akar rumput. Ada ancaman yang konkret pada kekuatan masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan mendasarnya. (Orin Basuki)
Sumber :
Kompas (ekonomi) , edisi kamis 17 maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar