Sabtu, 05 Januari 2013

Menguji Menteri BUMN


Tugas pemerintah adalah memenuhi keinginan dan harapan rakyatnya. dalam kasus gula,harapan rakyat tampaknya sulit dipenuhi karena pemerintah sibuk dengan keinginan dan harapannya sendiri.

Setidaknya itu yang bisa dimaknai dalam upaya stabilisasi harga gula olem perum bulog. Dalam konteks ini, gula yang dimakdsud adalah gula kristal putih (GKP).

Dalam kasus gula, keinginan sebagian besar masyarakat indonesia sudah jelas mereka ingin harga gula wajar dan terjangkau. Kenyataan, menjelang ramadhan harga gula tembus Rp 13.500 per kilogram. Pekan ini masih di atas Rp 12.000.

Harga gula dipasaran itu memang  dirasa terlalu tinggi. Apalagi kalau lihat harga patokan pemerintah (HPP) untuk gula yang hanya Rp8.100 per kilogram,sudah termasuk margin keu tungan yang didapat produsen sebesar 10 persen.

Dengan harga gula sekarang, untung produsen gula besar. Baik untuk petani, produsen gula BUMN. Apalagi swasta. Tiap satu kilogramgula yang mereka jual, dapat untung lebih dari Rp 3.000 per kilogram. Bila produksi gula nasional 2,6 juta ton, maka keuntungan bersih yang terdistribusikan dari produksi hampir Rp 7,8 triliun per tahun.
Apakah keuntungan sebesar itu bisa dikatakan wajar di tengah masyarakat konsumen ( baik itu rumah tangga maupun industri rumah tangga ) yang mengeluh keberatan dengan tingginya harga gula?

Melihat ketidakwajaran itu, presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar dilakukan stabilisasi harga. Secara khusus, presiden meminta revitalisasi peran bulog agar kembali bisa menstabilkanharga komoditas pangan lain, termasuk gula.

Keinginan Presiden agar harga gula domestik berada pada tingkat harga yang wajar hanya bisa diwujudkan kalau perum bulog memegang stock gula sendiri. Bisa dari gula impor sebagai pemegang hak eksklusif untuk mengimpor,atau melalui pengadaan gula dalam negeri.

Tanpa menguasai stock, bulog tak akan mampu mengintervensi pasar. Sayangnya keinginan bulog untuk menguasai stock gula melalui pengadaan gula produksi dalam negeri terkendala kebijakan PT Perkebunan Nusantara ( Holding ) selaku produsen gula BUMN.

Bulog boleh membeli gula PTPN, tetapi dengan harga lelang, yang ditentukan pasar. Dengan kata lain, bulog membeli gula sebagai modal stabilisasi dengan harga yang sudah tinggi, sesuai harga pasar.jelas bulog akan kesulitan mengintervensi pasar untuk menekan harga. Kecuali pemerintah melalui dana APBN menggelontarkan anggran subsidi. Tentu ini sulit ditengah ketatnya dana APBN.

Produsen gula BUMN sendiri ingin harga jula gula mereka tinggi karena dari dulu mereka juga di tuntut untung. Sekalipun kenyataanya banyak PTPN yang merugidan untung kecil akibat boros dan kurang efisien dalam produksi. Juga penyimpangan disana sini dalam pengadaan barang , misalnya untuk mengatasi kesulitan pengadaan gula untuk keperluan stock, bulog bisa saja mengimpor.tapi resikonya suhu politik meningkat.apalagi pemilu 2014 sudah terbayang di depan mata. Selain impor tentunya akan mendistorsi produksi gula nasional.

Di tengah kisruh bulog vs PTPN, harga gula di masyarakat tetap tinggi. Kasus gula ini ujian bagi BUMN Dahlan Iskan. Kita tunggu saja “aksi” Pak Dahlan, apakah menyelelesaikannya.

sumber: Kompas edisi Rabu 8 Agustus 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar