Tugas
pemerintah adalah memenuhi keinginan dan harapan rakyatnya. dalam kasus
gula,harapan rakyat tampaknya sulit dipenuhi karena pemerintah sibuk dengan
keinginan dan harapannya sendiri.
Setidaknya
itu yang bisa dimaknai dalam upaya stabilisasi harga gula olem perum bulog.
Dalam konteks ini, gula yang dimakdsud adalah gula kristal putih (GKP).
Dalam
kasus gula, keinginan sebagian besar masyarakat indonesia sudah jelas mereka
ingin harga gula wajar dan terjangkau. Kenyataan, menjelang ramadhan harga gula
tembus Rp 13.500 per kilogram. Pekan ini masih di atas Rp 12.000.
Harga
gula dipasaran itu memang dirasa terlalu
tinggi. Apalagi kalau lihat harga patokan pemerintah (HPP) untuk gula yang
hanya Rp8.100 per kilogram,sudah termasuk margin keu tungan yang didapat
produsen sebesar 10 persen.
Dengan
harga gula sekarang, untung produsen gula besar. Baik untuk petani, produsen
gula BUMN. Apalagi swasta. Tiap satu kilogramgula yang mereka jual, dapat
untung lebih dari Rp 3.000 per kilogram. Bila produksi gula nasional 2,6 juta
ton, maka keuntungan bersih yang terdistribusikan dari produksi hampir Rp 7,8
triliun per tahun.
Apakah
keuntungan sebesar itu bisa dikatakan wajar di tengah masyarakat konsumen (
baik itu rumah tangga maupun industri rumah tangga ) yang mengeluh keberatan
dengan tingginya harga gula?
Melihat
ketidakwajaran itu, presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar dilakukan
stabilisasi harga. Secara khusus, presiden meminta revitalisasi peran bulog
agar kembali bisa menstabilkanharga komoditas pangan lain, termasuk gula.
Keinginan
Presiden agar harga gula domestik berada pada tingkat harga yang wajar hanya
bisa diwujudkan kalau perum bulog memegang stock gula sendiri. Bisa dari gula
impor sebagai pemegang hak eksklusif untuk mengimpor,atau melalui pengadaan
gula dalam negeri.
Tanpa
menguasai stock, bulog tak akan mampu mengintervensi pasar. Sayangnya keinginan
bulog untuk menguasai stock gula melalui pengadaan gula produksi dalam negeri
terkendala kebijakan PT Perkebunan Nusantara ( Holding ) selaku produsen gula
BUMN.
Bulog
boleh membeli gula PTPN, tetapi dengan harga lelang, yang ditentukan pasar.
Dengan kata lain, bulog membeli gula sebagai modal stabilisasi dengan harga
yang sudah tinggi, sesuai harga pasar.jelas bulog akan kesulitan mengintervensi
pasar untuk menekan harga. Kecuali pemerintah melalui dana APBN menggelontarkan
anggran subsidi. Tentu ini sulit ditengah ketatnya dana APBN.
Produsen
gula BUMN sendiri ingin harga jula gula mereka tinggi karena dari dulu mereka
juga di tuntut untung. Sekalipun kenyataanya banyak PTPN yang merugidan untung
kecil akibat boros dan kurang efisien dalam produksi. Juga penyimpangan disana
sini dalam pengadaan barang , misalnya untuk mengatasi kesulitan pengadaan gula
untuk keperluan stock, bulog bisa saja mengimpor.tapi resikonya suhu politik
meningkat.apalagi pemilu 2014 sudah terbayang di depan mata. Selain impor
tentunya akan mendistorsi produksi gula nasional.
Di
tengah kisruh bulog vs PTPN, harga gula di masyarakat tetap tinggi. Kasus gula
ini ujian bagi BUMN Dahlan Iskan. Kita tunggu saja “aksi” Pak Dahlan, apakah
menyelelesaikannya.
sumber: Kompas edisi Rabu 8 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar